I.
Heidegger
Martin Heidegger ( 1889-19760)
semula dikenal sebagai filosof aksistensialis, sejak 1947 dengan bukunya
letter on humanism mulai dikenal
perubahannya, dan selanjutnya dikenal
sebagai tokoh yang memberi landasan ontology
modern yang phenomenologist. Dalam pandangan Heidegger ilmu tentang yang ada pilah dari ilmu
positif. Ilmu tentang yang ada merupakan transcendental
temporal science, lmu transenden yang
temporal. Makna transenden pada pustaka barat umumnya diartikan dunia obyektif universal.
Demikian pula makna metaphisik, sebagai dataran
obyektif universal. Berbeda dengan makna transenden dan metaphisik dalam
pustaka keagamaan.
Dengan bukunya tersebut, Heidegger menjawab pertanyaan
murid Sartre,jean beufret bagaimana makna kata humanism dibangun kembali?
Heidegger menjawab bahwa setiap
humanisme dapat berakar pada dataran metaphisik atau setidaknya berakar pada
sesuatu yang lebih tinggi , dan berakar pada konsep human being sebagai animal
razional. Being sebagai being momot commonality (onto-logy) dan momot dasar
mutlak dari being, yaitu a supreme being (theo-logy) , sehingga Heidegger
mengenalkan konsep being atau Da-sein ( da artinya disini, sein artinya being )
Duduknya
theknologi dalam konsep metaphisik Heidegger dijelaskan sbb: being mempunyai
tujuan (Geschick) yang hendak dicapai yaitu die technik. Upya mengungkap being
pada dataran human beings, untuk mencapai tujuannya manusia memanipulasi being
dengan Gestell atau enframing.
II.
ONTOLOGI
Obyek telaah ontology adalah yang
ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi
filsafat pada umumnya dilakukan filsafat metaphisika. Istilah ontology banyak
digunakan ketika kita membahas yang ada dalam kontekz filsafat ilmu.
Ontology membahas yang ada , yang
tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontology membahas tentang yang ada
yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal . ontology berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan lorens
Bagus: menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
1. Obyek formal
Obyek formal ontology adalah hakikat seluruh
realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau
jumlah, telaahnya akan menjadi telaah
monism, paralelisme, atau pluralism. Bagi pendekatan kualitatif, realitas akan
tampil menjadi aliran-aliran materialism, idealisme, naturalisme, atau
hylomorphisme( aristoteles bukunya de anima. Dalam tafsiran para ahli difahami
sebagai upaya mencari alternative bukan dualism, tetapi menampilkan aspek
materialism dari mental.
2. Metode dalam ontology
Lorens bagus memperkenalkam tiga tingkat
abstraksi dalam ontology yaitu : abstraksi fisik, bentuk, dan metaphisika.
Abstraksi fisik : menampilkan keseluruhan
sifat khas suatu obyek
Abstraksi bentuk: mendiskripsikan sifat umum
yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis.
Abstraksi metaphisik: mengetengahkan prinsip
umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau ontology
adalah abstraksi metaphisik.
Menurut
lorens bagus metode pembuktian dalam ontology dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Priopri : disusun dg meletakkan
term tengah berada lebih dahulu dari predikat, dan kesimpulan term tengah mjd
sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh :
Sesutu yang rohani itu kekal ( Tt-P), Tt : rohani, P: kekal
Jiwa itu sesuatu yang rohani ( S-Tt), S:
jiwa, Tt: rohani
Jadi, jiwa itu kekal ( S-P), s: jiwa. P:
kekal
b. A posteriori: term tengah ada
sesudah realitas kesimpulan, dan term tengah menunjukan akibat realitas yang
dinyatakan dalam kesimpulan.cara pembuktiannya disusun dengan tata silogitik
sbb:
Contoh:
a. Diamna ada senjata dan makanan
disana ada manusia ( Tt-S)
Senjata dana makanan ada di sana ( Tt-P)
Jadi , manusia ada di sana ( S-P)
Dalam pembuktian kita mulai dengan akibat dari adanya
manusia,akibat adanya manusia ialah adanya senjata dan makanan keleng. Karena
itu dari segi metafisika pembuktian a priori tdk dpt dilawan bgtu sja dengn
pembuktian metode induktif
b. Gigi geligi itu gigi geligi rahang
dinasaurus ( Tt-S)
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan ( Tt-P)
Jadi, dinasaurus itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingan
tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori
diberangkatkan dari term tengah dihubungkan dengan predikat dan term tengah
menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan a posteriori diberangkatkan
dari term tengah dihubungkan dg subyek dan term tengah menjd akibat dari
realitas dalam kesimpulan.
Secara umum priori dikenal sebagi metode
deduktif, sedangkan aposteriori dikenal sebagi metode induktif.
3. Ontology naturalistic
Ontology yang lebih berkembang pesat setelah tahun
1960 an adalah ontology naturalistic. Ontology ini menolak yang ada yang
supernatural, menolak yang mental, dan menolak universal platonic.
Sejak tahun 1960 banyak karya ontology yang
dipengaruhi oleh filosof naturalist, williard van orman quine. [1]
III.
Dimensi Ontologi
v Definisi ontologi
Ontology merup cabang teori hakikat yang membicarakan
hakikat sesuatu yang ada. Istilah ontology berasal dari bahasa yunani , yaitu
taonta berarti yang berada, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran.
Dengan demikian ontology berarti ilmu pengetahuan /ajaran tentang yang berada.
Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam
kenyataan, yag pertama kenyataan yang berupa kebendaan (materi) , kedua
kenyataan beupa rohani (kejiwaan).[2]
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas, yaitu
segala yang ada dan yang mungkin ada yakni realitas, realitas adalah ke-riilan,
riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Juadi hakikat ada adalah kenyataan
sebenarnya sesuatu, bukan kenytaan sementara atau keadaan yang menipu, juga
bukan kenyataan yang berubah.
v Objek kjian ontology
1. Objek material (yang ada , dalam arti semua realitas atau apa
saja yang berada. Yang ada bersifat universal dan merupakan obyek material
metafisika, di maksud universal bukan berrti menyangkal pohon sebagai pohon,
manusia sebagai manusia. Yang ada ttp bersifat actual, bereksistensi.)
Menurut hal-hal yang terselidiki, dikembangkan ilmu
pengetahuan mengenai manusia, binatang, tumbuhan, laut, atom, dsb.
Mereka dibedakan menurut objek material/keluasaanya,
yaitu menurut aspek ekstensif. Maka layaklah timbul pertanyaan:
Apakah ada suatu ilmu pengetahuan yang umum, sehingga
serentak meliputi dan membicarakan segalanya yang ada? Ilmu penge sedemikian
itu (andaikata ada) akan bersifat paling ekstensif dan akan merangkum segala
objek (material ) penyelidikan ilmiah mana saja.
2. Objek formal ( meneliti dasar dan
arah obyek material, suatu ilmu
pengetahuan yang tidak hanya member keutuhan suatu ilmu , tp pada saat
yang sama membedakannya dari bidang lain. Missal obyek formal logika berkutat
dg kegiatan mental sesuai dg aturan tertntu dan konsistensi dalam berpikir )
Objek material dapat dikhususkan lagi. Misalnya
manusia saja dpt dipandang secra matematis, fisik, biotic, psikis, dsb.mereka
dibedakan menurut objek formal / kepadatannya yaitu mnurut aspek
intensitas.maka munculah pertanyaan apakah trdpat suatu ilmu pengetahuan yang
begitu padat (mendalam), sehingga serentak membicarakan segala aspek / sudut
formal yang ada dalam objek (material) mana sj? Ilmu pengetahuan sedemikiian
itu ( andaikata ada) akan bersifat paling intensif (padat) dan memuat segala
aspek penyelidikan ilmiah mana saja.[3]
v Aliran dalam metafisika ontology
Ontology /bagian metafisika yang umum, membahas segala
sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan-persoalan sprit akal
dengn benda, hakikat perubahan, pengertian tetg kebebasan dll. Adapun
aliran-aliran ontology adalah :
1. Aliran monoisme : mengagp bahwa
hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin
dua. Istilah moisme oleh Thomas Davidson disebt
block universe. Paham ini kmudian di bagi mjd 2 aliran
yaitu ;
a. Materialism (naturalism): menggap
bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani.
b. Idealism (spiritualisme) :
beranggapn bahwa hakikat kenyataan yang beraneka raga mini semua berasal dari
ruh, taitu sesuatu yang tdk berbentuk dan menempati ruang. Materi / zat itu
hanyalah suatu jenis dari penjemaan rohani.
2. Aliran dualism : aliran yang
mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme
dan idealism. Menurut
aliran ini materi maupun ruh sama-sama merup hakikat. Materi muncul bukan
karena adanya ruh, bagitupun ruh muncul bukan krna materi, akan tetpi dalam
perkembangan selanjurtnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkn
dan menyelaraskan kedua aliran tsb.
Aliran dualism merup paham yang serba dua yaitu antara
materi ( dasar terakhir segala perubahan dari hal2 yang berdiri sendiri dan
unsure bersama yang terdapat di dlam
sgala sesuatu yang mjd dan binasa
) dan bentuk( pola segala sesuatu yang t4nya di luar dunia, yang berdiri
sendiri, lepas dari benda yang konkret, yang adalah penerapannya). Demikian
materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan.
3. Aliran pluralism :segenap macam
bentuk merupakan kenyataan. Pluralism bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata. Pluralism sebagi pham yang menyatakan bhwa kenyataan
ala mini tersusun dari bnyak unsure, lebih dari satu/ dua entitas
4. Aliran agnotisisme : menganut
paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik
kenyataannya. Manusia
tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dsb. Sebab menurut aliran ini
kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu
yang ada, baik oleh indranya maupun oleh
pikirnnya. Paham ini mengingkri kesanggupna manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun ruhani.
5. Teologi : dalam bhasa yunani
teologi artinya pengetahuan mengenai Allah, yaitu usaha metodis untuk memahami
serta menafsirkan kebenaran wahyu. Dalam bahas latin artinyailmu yang mencari pemahaman
maksudnya dengan menggunakan sumber daya rasio, khususnya ilmu sejarah dan
filsafat, teologi selalu mencari dn tidk pernh sampai pada jawaban terakhir dan
pemahaman yang selesai. Sedangkan dalam rung lingkup filsafat metafisika adalh
filsafat ketuhanan yang bertitik tolak semata-mata kepada kejadian alam.
Menurut Thomas Aquinas
bahwa manusia dapat mengenal tuhan melalui dukungan akal pikirannya,
dengan akal pikiran manusia dapat mengetahui bahwa tuhan itu ada dan sekaligus
mengetahui sifat-sifatnya.[4]
[1] Noeng Muhadjir,
Filsafat ilmu telaah sistematis fungsional komparatif ( Yogyakarta: Rake
Sarasin, 1998), hal 49-52.
[2] A. Sutanto, Filsafat Ilmu ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011) hal;
90.
[3] Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum ( Yogyakarta: Kanisius,
1992) hal 13
[4] A. Sutanto, Filsafat Ilmu, hal 94.
0 komentar:
Post a Comment