I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang bersifat fisik dan non fisik.
Kebutuhan itu tidak pernah dapat dihentikan selama hidup manusia. Untuk
mencapai kebutuhan itu, satu sama lain saling bergantung. Manusia itu sebagai
makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup seorang diri. Manusia pasti memerlukan
kawan atau orang lain. Oleh karena itu, manusia perlu saling hormat
menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak boleh saling
merugikan orang lain. Dalam upaya kepekaan untuk saling tolong menolong, kita
dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan rezeki yang kita
peroleh walaupun sedikit.
B. Rumusan
Masalah
a. Pengertian Fiqih Muamalat
b. Wilayah Kajian Fiqih Muamalat
c. Hasil Contoh Ijtihad keempat Madzhab
d. Munaqasyah dan Tarjih
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Fiqih Muamalat
Fiqh
muamalat terdiri atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalat.
Pengertian fiqh menurut bahasa berasal dari kata faqiha, yafqahu, fiqhan yang
berarti mengerti, atau memahami. Pengertian fiqh meurut istilah, sebagaimana
dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf, fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum
syara’ yang bersifat amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Atau fiqh adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang diambil
dari dalil-dalil yang terperinci.
Adapun lafal muamalat
berasal dari kata amala, yuamilu, muamalatan yang artinya : Melakukan
interaksi dengan orang lain dalam jual beli dan semacamnya.
Dari
pengertian menurut bahasa tersebut dapat dirumuskan pengertian menurut istilah
bahwa fiqh muamalat adalah imu tentang hukum-hukum syara’ yang mengatur hubungan
atau interaksi antara manusia dengan manusia yang lain dalam bidang kegiatan
ekonomi.
B. Wilayah
kajian Fiqh Muamalat atau Objek pembahasan Fiqh Muamalat
Dari
definisi yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa objek pembahasan fiqh
muamalat adalah hubungan antara manusia dengan manusia lain yang berkaitan
dengan benda atau mal. Hakikat dari hubungan tersebut adalah berkaitan
dengan hak dan kewajiban antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Contohnya seperti hak penjual untuk menerima uang pembayaran atas barang yang
di jualnya, dan hak pembeli untuk menerima barang yang dibelinya, hak orang
yang menyewakan untuk menerima uang pembayaran sewa tanah atau rumah yang
disewakannya kepada orang lain, dan hak penyewa untuk menerima manfaat atas
tanah atau rumah yang disewanya. Adanya hak penjual untuk menrima uang
pembayaran tersebut diiringi dengan adanya kewajiban untuk menyerahkan barang
yang dijualnya kepada pembeli. Sebaliknya, adanya hak pembeli untuk menerima
barang yang di belinya, juga diiringi dengan kewajiban untuk menyerahkan uang
atas harga barang yang di belinya kepada penjual. Demikian pula adanya hak
orang yang menyewakan untuk menerima uang sewa atas tanah atau rumah yang
disewakannya diiringi dengan kewajiban untuk menyerahkan manfaat dari tanah
atau rumah tersebut kepada penyewa. Sebaliknya, adanya hak penyewa untuk
menerima manfaat atas tanah atau rumah yang disewanya dengan kewajiban
menyerahkan uang sewa kepada orang yang menyewakan.
Hak
dan kewajiban dua orang yang melakukan transaksi diatur sedemikian rupa dalam
fiqh muamalat, agar setiap hak sampai kepada pemiliknya, dan tidak ada orang
yang mengambil sesuatu yang bukan haknya. Dengan demikian, hubungan antara
manusia yang satu dengan yang lainnya terjalin dengan baik dan harmonis, karena
tidak ada pihak-pihak yang merugikan dan dirugikan[1].
C. Contoh
Ijtidhad keempat Madzhab
a. Mudlarabah
dalam wacana fiqh
Mudlarabah
merupakan kontrak yang melibatkan antara dua kelompok, yaitu pemilik modal (investor)
yang mempercayakan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk digunakan
dalam aktivitas perdagangan. Mudharib dalam hal ini memberikan
kontribusi pekerjaan, waktu, dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan
yang dicapai dalam kontrak, salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit)
yang dibagi antara pihak investor dan mudharib berdasarkan
proporsi yang telah disetujui bersama. Menurut Imam Syafi’i dan Imam
Hanafi apabila terjadi kerugian yang
menanggung adalah pihak investor saja karena itu adalah kelalaian
pemilik modal yang menyerahkan modal tanpa memperhitngkan kemungkinan baik
buruknya. Sedangkan menurut Imam Malik, dan Imam Hambali berpendapat bahwa kerugian itu
adalah tanggung jawab pengelola bukan pemilik modal[2].
Al-Qur’an
tidak secara langsung menunjuk istilah mudharabah, melainkan melalui
akar kata d-r-b yang diungkapkan sebanyak lima puluh delapan kali. Dari
beberapa kata inilah yang kemudian mengilhami konsep mudharabah,
meskipun tidak dapat disangka bahwa mudharabah merupakan sebuah
perjalanan jauh yang bertujuan bisnis. Nabi dan para sahabat juga pernah
menjalankan usaha kerjasama berdasarkan prinsip ini. Menurut Ibn Taimiyah,
landasan legal yang membicarakan tentang mudharabah berdasarkan
beberapa laporan dari Sahabat Nabi, akan tetapi hadits tersebut sanadnya tidak
otentik sampai pada Nabi. Sedangkan Ibn Hazm (w. 456 H/ 1064 m) mengatakan,
bahwa tiap-tiap bagian dari fiqh berdasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah kecuali mudharabah,
di mana kita tidak menemukan dasar apapun tentangnya. Sarakhsi (w. 483 H/1090
M) yang merupakan ulama madzhab
Hanafi mengatakan, mudharabah diperbolehkan karena orang-orang
membutuhkan kontrak ini. Adapun Ibn Rushd (w. 595 H/ 1198 M) yang merupakan
ulama madzhab Maliki, menghormatinya sebagai sebuah sepakatan sendiri. Mudharabah
tidak merujuk langsung pada al-Qur’an dan Sunnah, tapi berdasarkan kebiasaan (tradisi)
yang dipraktekan oleh kaum muslimin, dan bentuk kerjasama perdagangan model ini
tampak langsung terus disepanjang masa awal Islam sebagai instrumen utama yang
mendukung para kafilah untuk mengembangkan jaringan perdagangannya secara luas.
Mudharabah
umumnya digunakan sebagai pendukung dalam mempeluas jaringan perdagangan.
Karena dengan menerangkan prinsip mudharabah, dapat di lakukan transaksi
jual beli dalam ruang lingkup yang luas (perdagangan antar daerah) maupun
antara pedagang di daerah tersebut. Para pengikut madzhab Maliki dan syafi’i
menegaskan bahwa mudharabah aslinya merupakan pendukung utama dalam
memperluas jaringan perdagangan. Mereka menolak mudharabah yang diambil
alih pengelolaannya, misalnya, aktifitas perusahaan yang pengelolaannya
diserahkan kepada bagian agen. Dengan susunan organisasi demikian, pihak agen
mempunyai tugas menangani segala macam yang berhubungan dengan kontrak ini. Dia
bertanggung jawab dalam mengelola usaha ini, menyangkut semua kerugian dan
keuntungan yang diperoleh untuk diberikan pada investor dan mudharib
yang juga berhak terdapat pembagian keuntungan yang adil sesuai dengan
pekerjaannya. Meskipun demikian para pengikut madzhab Hanafi memandang mudharabah
sebagai bentuk koordinasi perdagangan, mereka membolehkan untuk mencampur
modal investasi, berdasarkan ini para investor dapat mempercayakan sejumlah
uangnya kepada agen untuk dikelola dalam sistem investasi mudharabah
dengan melalui perhitungan dalam bentuk pinjaman (loan), simpanan (diposit),
dan ibda’. Tujuan dari koordinasi demikian dimungkinkan untuk memperluas
variasi dalam menentukan keuntungan dan resiko kerugian[3].
b. Mudlarabah
dalam sistem perbankan Islam
Kontrak
mudharabah umumnya telah dioperasionalkan dalam sistem perbankan Islam
di Timur Tengah dewasa ini. Kontrak ini dalam bank Islam kebanyakan digunakan
untuk tujuan perdagangan jangka pendek (short-term
commercial) dan jenis usaha tertentu (specifik venture). Kontrak
tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut pembelian (buying)
dan penjualan (selling) barang, yang indikasinya untuk
merealisasikan tujuan utama dari perdagangan yang didasarkan pada kontrak.
Dalam hal ini, posisi mudharib bertindak sebagai nasabah bank Islam
untuk meminta pembiayaan usaha berdasarkan kontrak mudharabah. Mudharib
menerima dukugan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib
dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan
untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
Sebelum pembiayaan usaha tersebut disetujui, mudharib memberikan
penjelasan terlebih dulu kepada bank mengenai seluk beluk usaha yang berkaitan
dengan barang, sumber pembelanjaan, maupun seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut. Mudharib mengajukan sejumlah persyaratan finansial
yang memuat beberapa hal menyangkut ketentuan harga penjualan, arus pembayaran,
dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Persyaratan tersebut akan
dipelajari oleh pihak bank sebelum memutuskan menyetujui pembiayaan usaha
tersebut. Bank umumnya akan menyetujui membiayai usaha tersebut jika tingkat ke
untungan yang diharapkan cukup menjanjikan[4].
D. Munaqasyah
dan Tarjih
Dasar Hukum Mudharabah
Para
Ulama madzhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya diperbolehkan
berdasarkan al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas. Adapun dalil dari al-Qur’an
antara lain Surah Al-Muzammil (73) ayat 20 yang berbunyi sebagai berikut.
وَءَاخَرُوْنَ
يَضْرِبٌوْنَ فِى الأَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّهِ...
Dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.
a.
Hadits yang
diriwayatkan oleh Shuhaib:
عَنْ
صُهَيْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ
وَالْمُقَارَضَةُ وَخَلْطُ الْبُرِّ بِا الشَّعِيْر لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ.
Dari
Shuhaib R.A bahwa Nabi SAW bersabda : Ada tiga perkara yang di dalamnya
terdapat keberkahan: (1) jual beli tempo,(2) muqaradlah (3) mencampur gandum
dengan jagung untuk makanan di rumah bukan untuk di jual. (HR. Ibnu Majah).
b.
Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Malik:
عَنِ
الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ :أَنَّ عُثْمَانَ
بْنَ عَفّانَ أَعْطَاهُ مَا لاَ قِرَاضًا يَعْمَلُ فِيْهِ عَلَى أَنَّ الرِّيْحَ
بَيْنَهُمَا.
Dari
‘Ala’ Abdurrahman dari ayahnya dari kakeknya bahwa ‘Utsman bin Affan memberinya
harta dengan cara qiradh yang dikelolanya, dengan ketentuan keuntungan dibagi
di antara mereka berdua. (HR. Imam Malik).
c.
Hadits Abdullah bin
Umar:
Yang
Artinya: Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya ia berkata: “Abdullah dan
Ubaidillah dua anak Umar bin Khattab keluar bersama rombongan prajurit ke Irak.
Ketika keduanya kembali keduanya mampir ke seorang pejabat Umar yaitu Abu Musa
Al-Asy’ari, Gubernur Basrah. Abu Musa menyambut dan mengucapkan selamat datang
kepada keduanya dan ia berkata: “Andaikan saya bisa melakukan sesuatu untuk
kalian berdua yang bermanfaat bagi kalian berdua maka saya pasti melakukannya”.
Kemudian ia berkata: “oh ya, disini ada harta kekayaan negara yang ingin saya
kirimkan kepada Amirul Mukminin, dan untuk sementara saya pinjamkan kepada
kalian berdua untuk membeli barang-barang dari Irak lalu nanti dijual di Madinah,
dan modalnya diseahkan kepada Amirul Mukminin, sedangkan keuntungannya untuk
kalian berdua”. Kemudian keduanya berkata: “kami senang (setuju)”. Kemudian Abu
Musa memberikan pinjamannya. Selanjutnya ia menulis surat kepada Khalifah Umar
agar Khalifah mengambil uang setoran dari kedua anaknya. Ketika keduanya datang
di Madinah dan menjual barang dagangannya dan memperoleh keuntungan , maka
berkatalah Umar: “Apakah semua prajurit diberi pinjaman sebagaimana ia
memberikan pinjaman kepada kalian berdua? Mereka berdua menjawab: “Tidak”.
Khalifah Umar berkata: “Apakah karena kalian berdua anak Amirul Mukminin,
sehingga Abu Musa memberikan pinjaman kepada kalian berdua? Serahkan uangnya
berikut keuntungannya. Abdullah daiam saja, sedangkan Ubaidillah bekata: “Andaikan
harta itu rusak atu hilang, kami berdua akan menggantinya “. Umar berkata:
“Serahkan harta itu”. Abdullah diam saja, tetapi Ubaidillah mengulangi
perkataannya. Maka salah seorang anggota majelis Umar berkata: “Wahai Amirul
Mukminin, kenapa tidak dijadikan qiradh saja? Akhirnya sayyidina Umar setuju
dan beliau mengambil modal dan separuh keuntungannya, dan Abdullah serta
Ubaidillah juga mengambil separuh keuntungannya”. (HR. Imam Malik).
Dari
ayat al-Qur’an dan hadits tersebut jelaslah bahwa mudharabah atau qiradh
merupakan akad yang diperbolehkan. Dalam hadits yang pertama dijelaskan
bahwa muqaradhah atau qiradh atu mudharabah merupakan
salah satu akad yang didalamnya terdapat keberkahan, karena membuka lapangan
kerja. Dalam hadits yang kedua dan ketiga dijeaskan tentang praktik mudlarabah
oleh Utsman sebagai pemilik modal dengan pihak lain sbagai pengelola. Dalam
hadits yang ketiga Umar sebagai khalifah mewakili negara selaku pemilik modal
dengan Abdullah dan Ubaidillah sebagai pengelola. Kedua hadits yang disebut
memang tidak bersumber dari Nabi melainkan hanya merupakan tindakan sahabat,
namun tidak mengurangi kekuatan hukum diperbolehkannya akad mudharabah.
Adapun dalil dari
ijma’, pada zaman sahabat sendiri banyak para sahabat yang melakukan akad
mudharabah dengan cara memberikan harta anak yatim sebagai modal bagi pihak
lain, seprti Umar, Utsman (yang haditsnya telah disebutkan diatas), Ali,
Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amir, dan Siti Aisyah, dan
tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa para sahabat yang lain mengingkarinya.
Oleh karena itu, hal ini dapat disebut ijma’.
Adapun dalil dari qiyas
adalah bahwa mudharabah di-qiyas-kan kepada akad musaqah, karena sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Hal tersebut dikarenakan dalam realita kehidupan
sehari-hari, manusia ada yang kaya ada yang miskin. Kadang-kadang ada orang
kaya yang memilih harta, tetapi ia tidak memiliki keahlian untuk berdagang,
sedangkan di pihak lain ada orang yang memiliki keahlian berdagang, tetapi ia
tidak memiliki harta (modal). Dengan adanya kerja sama antara kedua pihak
tersebut, maka kebutuhan masing-masing bisa dipadukan, sehinggan menghasilkan
keuntungan[5].
III.
KESIMPULAN
Fiqh muamalat adalah
imu tentang hukum-hukum syara’ yang mengatur hubungan atau interaksi antara
manusia dengan manusia yang lain dalam bidang kegiatan ekonomi.
a. ulama
madzhab Hanafi mengatakan, mudharabah diperbolehkan karena
orang-orang membutuhkan kontrak ini.
b. ulama
madzhab Maliki mengatakan, Mudharabah merupakan kebiasaan
(tradisi) yang dipraktekan oleh kaum muslimin.
c. pengikut
madzhab Maliki dan syafi’i menegaskan bahwa mudharabah aslinya
merupakan pendukung utama dalam memperluas jaringan perdagangan.
Dasar Hukum Mudharabah
Para Ulama madzhab
sepakat bahwa mudharabah hukumnya diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an,
sunnah, ijma’, dan qiyas.
IV.
PENUTUP
Demikianlah makalah
kami buat yang mana masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran
sangat kami butuhkan guna perbaikan makalah kami selanjutnya. Dan semoga dengan
makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Muslich,
Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2010.
Saeed,
Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2003.
Soleh, Khudori, Fiqih
Kontekstual (Perspektif Sufi-Falsafi),(Jakarta:
Pertja, 1999).
[1] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hal
1-3
[2] Ach. Khudori Soleh, Fiqih
Kontekstual (Perspektif Sufi-Falsafi),(Jakarta:
Pertja, 1999), hlm 66.
[3] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2003), hal.91-93.
[4]Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2003), hal.99-100
[5] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hal.
367-370.
Apakah Anda pernah mencari bantuan keuangan mendesak? Anda membutuhkan pinjaman mendesak untuk membayar tagihan dan hutang yang ada? Anda mencari bisnis rumah dan pinjaman pribadi, hubungi kami sekarang dengan info di bawah ini.
ReplyDeleteNama Anda:
negara:
Jumlah Pinjaman:
durasi:
pekerjaan:
Tujuan dari pinjaman?
Nomor Telepon:
Catatan: Semua tanggapan harus maju Hubungi kami sekarang melalui: anitacharlesloancompany@gmail.com Terima kasih sudah datang.
2015-7-27chenyingying9539
ReplyDeletecoach outlet
louis vuitton outlet
michael kors handbags
chanel bags
coach outlet store online
cheap toms shoes
air jordan retro
jordan 4 retro
adidas outlet store
timberland outlet
hollister outlet
jordan 3
michael kors
jordan retro 11
celine
cheap oakleys
air max uk
hollister outlet
polo ralph lauren
michael kors outlet
michael kors handbags
soccer jerseys
fitflops outlet
true religion outlet
burberry sale
louis vuitton handbags
hollister co
michael kors
coach bags
michael kors outlet