Abu Hanifah al-Nu’man ibn Sabit bin Zauti, Ahli hukum agama Islam dilahirkan di Kufa pada 699 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.[1]Abu Hanifah lebih dikenal dengan imam madzhab hukum yang sangat rasionalis dan dikenal juga sebagai penjahit pakaian dan pedagang dari kuffah, Iraq .Ia menggagas keabsahan dan keshahihan hokum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-salamdan al-mura’bahah.
Abu Hanifah mengalami pemerintahan sepuluh khalifah umayyah, termasuk Umar bin Abdul Aziz yang bertahta ketika Abu Hanifah berusia 18 tahun. Abu Hanifah juga melihat dua khalifah Abbasiyah, saffah, dan Mansur. Kesibukan Abu Hanifah terutama pada kegiatan perdagangan, ia terkenal sangat jujur.
Abu Hanifah menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah salam, yaitu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang yang dibeli dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifah mengkritik prosedur kontrak tersebut yang cenderung mengarah kepada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dulu, dengan orang yang membelikan barangnya. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih jauh apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas didalam kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, waktu dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi tersebut harus tersedia dipasar selama waktu kontrak dan pengiriman.
Menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi adalah salah satu kebijakan Abu Hanifah. Sebagai contoh dalam Murabahah presentase kenaikan harga (mark-up) didasarkan atas kesepakatan antara penjual dan pembeli terhadap harga pembelian yang pembayarannya diangsur.
Abu hanifah sangat prihatin dengan orang-orang lemah. Abu hanifah tidak membebaskan perhiasan dari zakat dan akan membebaskan kewajiban membayar zakat bagi pemilik harta yang dililit hutang. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen ( muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apapun. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.
Abu hanifah meninggal pada tahun 150 H, tahun di masa Imam Syafi’i lahir. Beliau dimakamkan dipemakaman umum khaizaran. Ikut meninggalkan beberapa karya tulis, antara lain al-Makharif fi al-Fiqh, al-Musnad, sebuah kitab hadits yang dikumpulkan oleh para muridnya dan al-Fiqh al-Akbar.
0 komentar:
Post a Comment