MINTA DO'ANYA BIAR LANGGENG ~Mi*El~


Home » » Hikmah diturunkan Al-Qur'an secara berangsur-angsur dan proses penulisan Al-Qur'an

Hikmah diturunkan Al-Qur'an secara berangsur-angsur dan proses penulisan Al-Qur'an



TUGAS TERSETRUKTUR 2
1.      Jelaskan hikmah diturunkanya Al-qur’an secara berangsur-angsur !
2.      Mengapa Al-qur’an tidak diturunkan sekaligus !
3.      Proses penulisan Al-qur’an ada 3 periode. Jelaskan proses penulisan Al-qur’an pada masa Rasulullah, Abu Bakar, Utsman !
4.      Jelaskan penyempurnaan pemeliharaan Al-qur’an setelah Khulafaur Rasyiddin !
(1)
Hikmah-hikamah Al-qur’an diturunkan secara berangsur-angsur :
1.      Memantapkan dan menguatkan hati nabi.
Ketika menyampaikan dakwah, nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang maka turunlah wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan dorongan tersendiri bagi nabi untuk terus menyampaikan dakwah. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah SWT. :
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿwöqs9 tAÌhçR Ïmøn=tã ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd ZoyÏnºur 4 y7Ï9ºxŸ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?uur WxÏ?ös? ÇÌËÈ  
32. berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[1066] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
[1066] Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati Nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap.
2. Menentang dan melemahkan orang-orang kafir yang mengingkari Al-qur’an.
                 Menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan berangsur-angsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang sebanding (tidak perlu melebihi) dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
3. Memudahkan untuk dihafal dan difahami.
Nabi Muhammad SAW sangat merindukan turunnya wahyu. Karna kerinduannya itu, suatu ketika beliau mengikuti bacaan wahyu yang disampaikan Jibril sebelum wahyu itu selesai dibacakannya. Oleh karna itu Allah berfirman :
n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ  
114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

[946] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
       Dengan turunnya Al-qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu dan tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya serta mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata :
pelajarilah Al-qu’an lima ayat - lima ayat, karena Jibril biasa turun membawa Al-qur’an kepada Nabi SAW lima ayat – lima ayat”
4. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-qur’an turun).
       Mangikuti setiap kejadian dan melakukan penahapan dalam penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syari’at dan akhlak mulia. Hikmah ini diisyaratkan oleh firman Allah SWT. :
$ZR#uäöè%ur çm»oYø%tsù ¼çnr&tø)tGÏ9 n?tã Ĩ$¨Z9$# 4n?tã ;]õ3ãB çm»oYø9¨tRur WxƒÍ\s? ÇÊÉÏÈ  
106. dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.
5. Supaya orang-orang mukmin antusias alam menerima Al-qur’an dan giat mengamalkannya.
       Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunannya karena ada peristiwa yang sangat menuntut penyelesaian wahyu.
6. Untuk meringankan Nabi dalam menerima wahyu.
(2)
Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus?
Ada hikmah besar di baliknya. Sebenarnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun mampu menurunkannya sekaligus, namun dengan kesempurnaan hikmah dan ilmu-Nya, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dalam beberapa waktu, seperti kalam Allah:
$ZR#uäöè%ur çm»oYø%tsù ¼çnr&tø)tGÏ9 n?tã Ĩ$¨Z9$# 4n?tã ;]õ3ãB çm»oYø9¨tRur WxƒÍ\s? ÇÊÉÏÈ  
106. dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

Dengan diturunkan secara berangsur-angsur, maka akan memudahkan Al-Qur’an untuk dihafal, difahami, dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat2nya. Orang2 Arab zaman dulu umumnya tidak bisa membaca dan menulis, sehingga mereka menyimpan ilmu mereka dengan hafalan.
Ayat lain yang menjelaskan hal ini adalah di Surat Al-Furqon berikut ini:
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. Ÿwöqs9 tAÌhçR Ïmøn=tã ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd ZoyÏnºur 4 y7Ï9ºxŸ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?uur WxÏ?ös? ÇÌËÈ  
32. berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[1066] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
[1066] Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati Nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap.
Dengan turun secara berangsur-angsur, maka dapat memperkuat/memperteguh hati Rasulullah karena dakwah itu berat dan penuh rintangan. Ada ayat yang isinya berisi hiburan untuk beliau sehingga menjadi lebih sabar dan teguh dalam berdakwah.. ada yang berisi berita gembira akan kemenangan yang akan peroleh meski keadaan saat itu sangat sulit.. ada yang berupa kisah2 para Nabi yang ternyata mendapatkan berbagai cobaan2 yang berat juga, sehingga beliau bisa mengambil ibrah dari kisah tersebut.. ada juga yang menjawab pertanyaan2 kaum musyikin Mekkah, kaum Yahudi maupun menjawab pertanyaan para muslimin tentang beberapa hukum saat di Madinah..
       Jadi, betapa indahnya dan betapa besarnya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Intinya, dalam Surat Al-Furqon di atas, tujuan diturunkan Al-Qur’an tidak sekaligus seperti kitab sebelumnya, tapi berangsur-angsur adalah untuk MEMPERKUAT/MEMPERTEGUH/ MEMPERKOKOH HATIMU.
(3)
- Penulisan Al-qur’an semasa hidup Rasulullah SAW
       Al-qur’an diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW pada tanggal 17 Ramadlan yaitu ketika Nabi berusia 41 tahun. Wahyu yang turun pada waktu itu surat Al-‘alaq ayat 1-5, ketika Nabi sedang berada digua hira’. Wahyu terakhir yaitu surat Al-Maidah ayat 3, ketika Nabi sedang melakukan haji Wada’.
       Semasa Nabi Muhammad hidup, beliau telah memiliki beberapa pencatat wahyu, diantaranya adalah khulafaur Rasyiddin, muawiyah, Zaid Ibnu Tsabit, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’ab dan Tsabit bin Qies. Adapun yang pertama kali menuliskan wahyu bagi Rasulullah di Makkah adalah Abdullah Ibnu Sa’ad Ibnu Abi Sarh. Sedangkan yang pertama kali menuliskan di madinah adalah Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit.
       Setiap kali wahyu turun, Rasulullah memanggil beberapa sahabat dan memerintahkan salah seorang diantara mereka untuk menuliskannya dan sekaligus memberitahukan kepada mereka dimana ayat-ayat Al-qur’an yang diturunkan itu harus diletakkan.
       Untuk menghindari tercampurnya Al-qur’an dengan yang lainnya, maka Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk tidak menuliskan sesuatu selain Al-qur’an. Hal ini sebagaimana hadist yang diriwayatkan imam Muslim dari Abu Sa’in Al khudri RA, bahwasannya Rasulullah bersabda : “janganlah kalian tulis sesuatu dariku. Dan barang siapa yang telah manulis dariku selain Al-qur’an hendaklah dihapus”.
       Pola pengumpulan Al-qur’an masa Rasulullah adalah masih sangat sederhana. Adapun alat tulis yang dipergunakan para sahabat pada waktu itu, antara lain: Al-riqa Jama’ dari ruq’ah (lembaran kulit, lembaran daun, lembaran kain), Al Usb (pelepah kurma), Al-Likhaf (batu-batu yang tipis), Al-Karanif (kumpulan pelepah kurma yang lebar), Al-Aktab (kayu yang diletakkan dipunggung unta sebagai alas untuk ditunggangi), Al-Aktaf (tulang kambing atau tulang unta yang lebar), dsb.
       Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat Al-qur’an pada masa Rasulullah masih berserakan dan belum terkumpul dalam satu mushaf seperti sekarang, namun demikian semuanya telah ditulis dan mencakup tujuh huruf.
       Ada beberapa sebab mengapa pada masa Nabi SAW Al-qur’an belum ditulis dan dibukukan menjadi satu mushaf, diantaranya:
1.      Para penghafal dikalangan sahabat masih banyak jumlahnya,
2.      Nabi masih selalu menunggu akan turunnya wahyu dari waktu ke waktu,
3.      Kemungkinan adanya ayat Al-qur’an yang manasakh beberapa ketentuan hukum yang telah turun sebelumnya.
       Shuhuf Al-qur’an yang masih dalam keadaan demikian itu dikumpulkan di rumah Rasulullah SAW setelah wafatnya Rasulullah, jumlah salinan Al-qur’an semakin bertambah banyak.
-          Penulisan Al-qur’an semasa Abu Bakar

Ada beberapa sebab yang mengharuskan keharusan pengumpulan Al-Qur’an di masa pemerintahan ABu Bakar ra antara lain:
·  Wafatnya Nabi Saw
Pengumpulan Al-Qur’an di era kenabian belum dirasa perlu mengingat Nabi masih hidup dan ada di tengah sahabat. Sehingga setiap ada permasalahan para sahabat langsung bertanya kepada Nabi Saw. Begitu pula Nabi yang ketika itu masih terus menerima wahyu dan langsung menyampaikannya kepada sahabat. Dengan kapasitas beliau yang juga bertugas sebagai kepala Negara, banyak hukum-hukum (hadist-hadist) yang beliau perintahkan. Sehingga pengumpulan Qur’an setelah wafatnya beliau menjadi prioritas utama di era pemerintahan Abu Bakar.
·  Wahyu Tidak Turun Lagi
Sebab utama Al-Qur’an belum disatukan menjadi satu buku utuh di masa Nabi, disebabkan wahyu belum terputus. Dan belum merasa perlu dibukukan menginggat wahyu belum seluruhnya turun.
Namun ketika wafat, otomatis wahyu telah sempurna diturunkan dan Nabipun telah memberi arahan sebelumnya dari mulai penempatan surat-surat atau ayat-ayat. Maka keharusan mengumpulkan wahyu dalam satu buku harus segera dilakukan agar umat berikutnya, yang tidak menyaksikan wahyu terhindar dari kekeliruan.
·  Banyak Para Qari (Hufaz/Penghafal Qur’an) Yang Wafat
Terjadinya perang Yamamah (11 H) yang banyak merenggut nyawa para Qari ini menjadi sebab pula keharusan pembentukan komisi pengumpul Al-Qur’an secepat mungkin. Karena pembukuan A-Qur’an ini harus didasarkan pada hafalan dan naskah-naskah (manuskrip) di beberapa catatan sahabat.
Umar bin Khatab ra ketika itu sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar ra. dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari’.
Setelah berdiskusi panjang antara Abu Bakar dan Umar bin Khatab, akhirnya Abu Bakar menerima pandangan Umar. Dan setuju untuk membetuk tim penyusunan Al-Qur’an dan memilih Zain bin Tsabit sebagai kepala tim.
Sebab Terpilihnya Zaid Sebagai Kepala Tim
·  Ia masih muda dan penuh semangat sedangkan pengumpulan Al-Qur’an adalah pekerjaan berat. Yang memerlukan tenaga dari kalangan muda dengan disiplin tinggidan etos kerja yang baik. Dan tampaknya Zaid pantas menduduki jabatam ketua tim selain Ia dikenal cerdas, pintar dan jenius.
·  Ia pun dikenal sebagai pemuda yang taat, baik agamanya, amanah, professional, wara, tidak memetingkan karir politik ataupun tidak karena dunia
·  Ia dikenal pula sebagai salah seorang pencatat wahyu di masa Nabi Saw, bahkan beliau sendiri mendiktekan wahyu itu yang ditulis sendiri oleh Zaid bin Tsabit. Selain ia seorang hafiz dan menyaksikan sendiri wahyu terakhir. Sehingga Abu Bakar menjatuhkan pilihan kepala tim pengumpul Qur’an dipundak Zaid bin Tsabit.
Metode Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar
Setelah tim pengumpulan Qur’an dibentuk dengan Zaid sebagai ketua tim dibantu 25 orang sahabat lainnya, maka bekerjalah tim ini dengan menggunakan metode yaitu:
·  Semua sahabat baik yang pernah menulis secara pribadi harus diserahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk diteliti lebih lanjut
·  Penyerahan buku catatan Al-Qur’an yang dimiliki sahabat ketika diserahkan diharuskan memiliki 2 saksi yang bersumpah bahwa memang catatan sahabat itu adalah Al-Qur’an. Bukti pertama adalah naskah tertulis itua adalah Qur’an, bukti kedua adalah hafalan Qur’an dengan saksi sahabat lainnya bahwa ia telah mendengarnya dari Nabi Saw.
Zaid sangat berhati-hati dalamm tugasnya seperti yang diceritakan dalam satu riwayat:
Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah Al-Anshari yang tidak aku dapatkan pada orang lain”,
Riwayat ini tidak menghilangkan arti hati-hati dan tidak pula berarti bahwa akhir surah At-Taubah itu tidak mutawatir. Tetapi yang dimaksud ialah bahwa ia tidak mendapat akhir surah Taubah tersebut dalam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah. Sedangkan Zaid sendiri hafal dan demikian pula banyak diantara para sahabat yang menghafalnya.
Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan, jadi akhir surah Taubah itu telah dihafal oleh banyak sahabat. Dan mereka menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi catatannya hanya terdapat pada Abu Khuzaimah al-Ansari.
Nasib Mushaf Abu Bakar
Setelah Zaid mengumpulkan naskah-naskah dan hafalan sahabat yang telah diseleksi ketat, ia mengumpulan setiap surat yang sudah sempurna dalam kotak kulit yang disebut Rab’ah. Setelah semuanya selesai catatan itu diserahkan kepada Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar wafat, catatan Al-Qur’an ini berpindah ke tangan Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab wafat, catatan Qur’an ini disimpan putrinya Hafsah.
Ketika pembukuan Al-Qur’an di masa Utsman, buku ini dipinjam Utsman dari Hafsah untuk mencocokan isinya dan mengembalikannya kembali ke tangan Hafsah ketika selesai. Ketika Hafsah wafat, Marwan, yang ketika menjabat Gubernur di Madinah dari dinasti Muawiyah, mengambilnya dan memusnahkannya.

   Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah maka banyak terjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan perpecahan dan meresahkan umat islam, seperti gerakan keluar dari agama Islam yang dipimpin Musailamah Alkadzab,  maka terjadilah peperangan, yang umat Islam sendiri dipimpin oleh Khalid bin Walid. dalam perang itu menimbulkan banyak korban dari pihak Islam yaitu 70 orang sahabat yang hafal Alquran terbunuh kemudian setelah kejadian itu mendorong umat agar Abu Bakar membukukan alquran dan kemudian diutuslah Zaid bin Tsabit sebagai penulis penghimpun Alquran.
Dalam melaksanakan tugasnya Zaid bin Tsabit berpegang pada 2 hal yaitu:
1.   Ayat ayat Alquran yang ditulis pada masa Nabi Muhammad SAW disimpan di rumah beliau.
2.   Ayat ayat Alquran yang dihapal oleh para Sahabat lainnya yang hafidz Alquran
 Zaid tidak  mau menerima tulisan ayat ayat Alquran, kecuali disaksikan oleh 2 orang saksi yang adil  dan meyakini bahwa ayat itu benar benar ditulis dihadapan Nabi Muhammad dan atas perintah dan petunjuknya.
Keistimewaan Mushaf Abu Bakar
·  Mushaf ini disusun dengan sangat teliti dengan syarat yang ketat sehingga terhindar dari kekeliruan, kesalahan tulis, perubahan meskipun hanya satu huruf dan lainnya.
·  Para sahabat dengan suara aklamasi menyepakati mushaf itu dan kesepakatan dianggap suara umat karena merekalah (para sahabat) yang sangat mengetahui wahyu dibanding generasi sesudahnya.
·  Kesepakatan para sahabat ini atas mushaf yang telah disusun adalah mutawatir karena jumlah sahabat secara keseluruhan yang menyepakati kebenaran mushaf ini melebihi syarat mutawatir.
·  Mushaf ini hanya mengatur letak ayat-ayat saja, namun surat-surat masih disusun berdasarkan wahyu (urutan surat masih berbeda dengan Qur’an pada saat ini.
-          Penulisan Al-qur’an semasa Utsman bin Affan
Semakin meluasnya daerah kekuasaan islam pada masa Utsman membuat perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan dengan pada masa Abu Bakar  
Latar belakang pengumpulan Al-Qur'an di masa Utsman r.a. adalah karena beberapa faktor lain yang berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan Islam pada masa Utsman telah meluas, orang-orang Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka.
Penduduk Syam membaca Al-Qur'an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka'ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah Ibnu Mas'ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy'ari. Diantara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan sesamanya. Hampir satu sama lainnya saling kufur-mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan.
Diriwayatkan dari Abi Qilabah bahwasanya ia berkata: "Pada masa pemerintahan Utsman guru-pengajar menyampaikan kepada anak didiknya, guru yang lain juga menyampaikan kepada anak didiknya. Dua kelompok murid tersebut bertemu dan bacaannya berbeda, akhirnya masalah tersebut sampai kepada guru/pengajar sehingga satu sama lain saling mengkufurkan. Berita tersebut sampai kepada Utsman. Utsman berpidato dan seraya mengatakan: "Kalian yang ada di hadapanku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dariku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya".
Karena latar belakang dari kejadian tersebut Utsman dengan kehebatan pendapatnya dan kebenaran pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan prefentip menambal pakaian yang sobek sebelum sobeknya meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat pengobatannya. Ia mengumpulkan sahabat-sababat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan.
Mereka semua sependapat agar Amirul Mu'minin menyalin dan memperbanyak mushhaf kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushhaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan Al-Qur'an.
Sahabat Utsman melaksanakan keputusan yang sungguh bijaksana tadi, ia menugaskan kepada empat orang sahabat pilihan, lagi pula hafalannya dapat diandalkan. Mereka tersebut adalab Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said Ibnu al-'Asb dan Abdurrahman Ibnu Hisyam. Mereka semua dari suku Quraisy golongan muhajirin kecuali Zaid Ibnu Tsabit, dimana ia adalah dari kaum Anshar. Pelaksanaan gagasan yang mulia ini adalah pada tahun kedua puluh empat hijrah.
Utsman mengatakan kepada mereka: "Bila anda sekalian ada perselisihan pendapat tentang bacaan, maka tulislah berdasarkan bahasa Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy". Utsman meminta kepada Hafsah binti Umar agar ia sudi menyerahkan mushhaf yang ada padanya sebagai hasil dari jasa yang telah dikumpulkan Abu Bakar, untuk ditulis dan diperbanyak. Dan setelah selesai akan dikembalikan lagi, Hafsah mengabulkannya.
Motif Utsman mengumpulkan Al-Qur'an
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Ibnu Malik bahwasanya ia berkata:
"Sesungguhnya Hudzaifah Ibnu al-Yaman datang kepada Utsman, ketika itu, penduduk Syam bersama-sama dengan penduduk Irak sedang berperang menaklukkan daerah Armenia dan Adzerbaijan. Tiba-tiba Hudzaifah merasa tercengang karena penyebabnya adalah faktor perbedaan dalam bacaan. Hudzaifah berkata kepada Utsman: "Ya Amirul Mu'minin perhatikanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan dalam masalah Kitab sebagaimana perselisihan diantara kaum Yahudi dan Nasrani".
Selanjutnya Utsman mengirim surat kepada Hafsah yang isinya:
"Kirimlah kepada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur'an kami akan menyalinnya dalam bentuk mushhaf dan setelah selesai akan kami kembalikan lagi kepada anda". Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Utsman. Utsman memerintahkan kepada Zaid ibnu Tsabit, Abdullah ibnu Zubair, Said ibnu al-'Ash dan Abdurrahman ibnu al-Harits ibnu Hisyam lalu mereka menyalinnya dalam mushhaf.
Utsman berpesan kepada ketiga kaum Quraisy: "Bila anda bertiga dan Zaid ibnu Tsabit berbeda pendapat tentang hal Al-Qur'an maka tulislah dengan ucapan/lisan Quraisy karena Al-Qur'an diturunkan dengan lisan Quraisy".
Setelah mereka selesai menyalin ke dalam beberapa mushhaf, Utsman mengembalikan lembaran/mushhaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushhaf yang baru tersebut ke seluruh daerah dan ia memerintahkan agar semua bentuk lembaran/mushhaf yang lain dibakar.(HR. al-Bukhari).
Perbedaan antara Mushhaf Abu Bakar dan Mushhaf Utsman
Perbedaan antara pengumpulan (mushhaf) Abu Bakar dan Utsman sebagaimana kami kemukakan di atas dapat kami ketahui dan kami tandai dari masing-masingnya.
Pengumpulan mushhaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Al-Qur'an ke dalam satu mushhaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena banyaknya huffazh yang gugur. sedangkan pengumpulan mushhaf pada masa Utsman adalah menyalin kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh negara Islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Al-Qur'an.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di BLOG*ISLAM

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

2 komentar:

  1. Teach kids with disabilities at any level, to get qualified to apply for $17,500 in loan forgiveness Not Fake this is not
    an issue inside uk as all online lenders operate nationwide.

    ReplyDelete
  2. Awesome post.

    Here is my site ... try minecraft free

    ReplyDelete

 
Support : KANG WEB
Copyright © 2013. BLOG*ISLAM - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger